Rabu, 25 Agustus 2010

Makalah Tata Negara

BAB    I

PENDAHULUAN

“Pembentukan DPD dilandasi gagasan untuk mengubah system perwakilan menjadi system dua kamar (bikameral) hal tersebut merupakan hal yang lazim terdapat pada banyak negara demokrasi. DPD tersebut dilembagakan berdasarkan BAB VII A Pasal 22C dan 22D dalam UUD 1945 pasca amandemen”.

A.    Latar Belakang

Dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya di Indonesia keterwakilan rakyat merupakan kemutlakan dalam system demokrasi. Termasuk didalamnya keberadaan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang merupakan lembaga baru dalam tata hukum di Indonesia. DPD adalah badan perwakilan tingkat pusat yang baru (Perubahan Ketiga UUD 1945). DPD juga merupakan representasi aspirasi masyarakat dari setiap daerah yang telah memperjuangkan suara serta kepentingan daerah demi tetap terjaganya semangat persatuan dan kesatuan.

Gerakan reformasi pada pertengahan tahun 1998 menjadi salah satu wujud perkembangan Indonesia sebagai suatu bangsa yang menjadi pertanda penyesuaian struktur-struktur berbangsa dan bernegara dengan perubahan zaman dan tuntutan-tuntutan yang berkembang dalam masyarakat. Masa transisi Indonesia menuju demokrasi merupakan salah satu tahapan yang menjadi fase penting perkembangan Indonesia. Salah satu aspek yang menjadi bagian dari proses transisi Indonesia menuju demokrasi adalah reformasi di bidang ketatanegaraan yang di antaranya mencakup proses perubahan konstitusi Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).

Dengan perubahan tersebut bukan saja berarti tidak ada lagi Utusan Daerah dan Utusan Golongan dalam keanggotaan MPR, serta tidak ada lagi anggota MPR yang diangkat, tetapi juga dibentuknya sebuah lembaga negara baru yang bernama Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Keberadaan Utusan Daerah dalam komposisi keanggotaan MPR sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 (sebelum diubah) kurang memberi makna bagi kepentingan daerah. Hal ini karena tugas dan wewenang MPR yang tidak terkait dengan pembentukan undang-undang. Tugas dan wewenang MPR sebagaimana diatur dalam UUD 1945 (sebelum diubah) adalah mengubah undang-undang dasar, menetapkan garis-garis besar haluan negara, serta memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden.

Namun, dalam perkembangannya DPD masih banyak mengalami keterbatasan dalam hal menjalankan tugas dan fungsinya sebagai representasi masyarakat. Dalam sistem dua kamar pada lembaga MPR yang terdiri dari DPR dan DPD seharusnya kedua lembaga tersebut mempunyai kewenangan yang seimbang akan tetapi dalam kenyataannya DPD hanya mempunyai kewenangan untuk mengusulkan saja tidak sampai memutuskan asanya ketidakharapan itu terlihat dalam susunan dan kedudukan DPD yang diatur oleh Undang-Undang.

Penerapan system bikameral di Indonesia yang lunak, dimana fungsi dan wewenang DPD sebagaimana yang termaktub dalam UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD dibatasi hanya pada kepentingan-kepentingan kewilayahan (daerah) seperti otonomi daerah, perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, penggabungan dan pemekaran daerah, hubungan antara pusat dan daerah. Padahal pembatasan fungsi dan wewenang tersebut dapat mematikan kreativitas dan hasrat politik DPD untuk lebih berpartisipasi secara berkesinambungan manyangkut kondisi kebangsaan dan kenegaraan, yang akibatnya mendorong ketidakefektifan parlemen dalam merumuskan dan mengartikulasikan harapan dan keinginan masyarakat.

 

B.     Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, dapat diambil suatu perumusan masalah yaitu bagaimanakah kewenangan DPD sebagai Badan Legislatif berdasarkan Pasal 22 D UUD 1945?

 

 

BAB    II

PEMBAHASAN

 “Salah satu perubahan penting setelah dilakukannya perubahan terhadap UUD 1945 adalah perubahan terhadap Pasal 2 ayat (1) yang berbunyi: "Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang." Rumusan semula Pasal 2 ayat (1) tersebut bunyinya adalah: "Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang."

 

DPD merupakan lembaga baru yang muncul melalui perubahan ketiga UUD 1945. hadirnya DPD dalam struktur ketatanegaraan Indonesia diatur dalam Pasal 22 C dan 22 D. Adapun dalam Pasal 22 D kewenangan DPD diatur sebagai berikut:

1.      Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan Otonomi Daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

2.      Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan Otonomi Daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya serta pertimbangan keuangan pusat dan daerah, serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.

3.      Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai, otonomi daerah pembentukan pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, . pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

4.      Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dengan Undang-Undang.

 

 

Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sejak tahun 1998 sampai dengan tahun 2002 telah mengakibatkan berbagai perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara di Indonesia. Salah satu perubahan yang sangat mendasar adalah kewenangan di bidang perundang-undangan, khususnya kewenangan membentuk undang-undang.

 

“Perubahan kewenangan pembentukan undang-undang merupakan akibat dari perubahan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 yang dilakukan pada Perubahan Pertama dan Perubahan Kedua UUD 1945. Selain itu juga munculnya suatu lembaga negara baru yang diatur dalam Pasal 22C dan Pasal 22D, yaitu Dewan Perwakilan Daerah (selanjutnya ditulis DPD) yang diberikan kewenangan untuk menampung dan menyalurkan aspirasi dan kehendak daerah dalam pembentukan undang-undang yang berhubungan dengan pelaksananan otonomi daerah”.

 

Pasal 22 D UUD 1945 pada intinya adalah mengenai kewenangan DPD meliputi tiga aspek, yaitu:

1.      Dapat mengajukan RUU kepada DPR

2.      Ikut membahas RUU

3.      Melakukan pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang

 

Dari tiga kewenangan tersebut pada umumnya dikaitkan dengan otonomi daerah dan desentralisasi kekuasaan pemerintahan termasuk pengelolaan sumber daya alam di daerah, pendidikan, agama dan perpajakan. Berdasarkan Pasal 41 UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susduk, fungsi DPD dibagi menjadi 2 macam yaitu:

1.      Pengajuan usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan bidang legislasi tertentu.

2.      Pengawasan atas pelaksanaan UU tertentu.

 

Kewenangan dan fungsi yang demikian menggambarkan adanya hubungan subordinasi dalam kedudukan DPD, karena DPD ruang kewenangannya tidak lebih hanya untuk mengusulkan, turut membantu dan melakukan pengawasan. Dalam pengajuan usul RUU DPD hanya menyalurkan kepada DPR karena kewenangan  untuk menetapkan RUU tersebut tetap berada pada persetujuan bersama antara DPR dan Presiden.

Pasal 42 ayat (3) UU Susduk bahkan menyatakan bahwa pembahasan RUU yang diusulkan oleh DPD tersebut dilakukan sebelum DPR membahas RUU tersebut dengan Pemerintah. Hal ini justru terkesan DPD diberikan posisi sebagai sampingan dalam mekanisme pembahasan RUU. Terkait dengan kewenangan pengawasan DPD terhadap pelaksanaan UU da;lam bidang-bidang tertentu, oleh Pasal 24 D ayat (3) dinyatakan bahwa DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

Dari uraian sebelumnya jelas peran DPD sebagai parlemen yang secara content menjadi saluran aspirasi bagi daerah sangatlah sulit terwujud karena kewenangan DPD berdasarkan Pasal 22 D UUD 1945 dan Pasal 42-48 UU Susduk sangatlah sempit. Selain itu, dari ketentuan Pasal 22 D dilihat bahwa DPD hanyalah badan komplementer DPR. Hal ini didasarkan pada ketentuan yang menegaskan bahwa DPD dapat mengajukan kepada DPR Rancangan Undang-Undang.

Selanjutnya pada ketentuan lain yang menegaskan DPD menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. Dan seharusnya sebagai Lembaga Tinggi baru dalam Parlemen Indonesia DPD harus diperkuat eksistensinya, tidak sekedar menjadi pelengkap dari hubungan antar lembaga tinggi dalam parlemen. Selama ini DPD dalam menjalankan wewenangnya hanya bisa dilaksanakan melalui DPR sehingga DPD akan terus bergantung kepada DPR dalam bekerja. Padahal, kondisi demikian menyebabkan DPD memiliki ruang gerak yang terbatas baik oleh konstitusi maupun sikap politik DPR.

Dengan demikian jelaslah bahwa pada hakikatnya DPD sebagai badan legislatif sangatlah terbatas. Selain itu, kedudukan DPD dalam bidang legislatif juga lemah dikarenakan DPD bukan badan legislatif penuh. DPD hanya berwenang mengajukan dan membahas rancangan undang-undang dibidang tertentu saja yang disebut secara enumeratif dalam UUD.

Terhadap  hal-hal lain pembentukan undang-undang hanya ada pada DPR dan Pemerintah. Meskipun bukan lembaga legislatif penuh seharusnya DPR juga memperhatikan dan membahas RUU yang disampaikan oleh DPD dan mengikutsertakan DPD dalam pembahasan RUU yang berkaitan dengan bidang-bidang yang disebutkan dalam UUD 1945. Mengingat, DPD dipilih secara langsung dalam pemilu seperti halnya DPR. Seharusnya mempunyai kewenangan yang sama pula dengan DPR khususnya dalam bidang legislasi.

Meskipun, secara normatif posisi DPD dalam sistem ketatanegaraan Indonesia cukup kuat, namun posisinya dalam bidang legislasi sangatlah lemah. Padahal dari aspek kewakilannya terhadap rakyat, posisi DPD sangatlah kuat karena dipilih langsung oleh rakyat, sehingga sangat logis bila perannya dalam pembentukan suatu UU disejajarkan dengan  DPR.

Keberadaan DPD telah membangkitkan harapan masyarakat di daerah bahwa kepentingan daerah dan masalah-masalah yang dihadapi daerah dapat diangkat dan diperjuangkan di tingkat nasional. Bahwa kebijakan-kebijakan publik baik di tingkat nasional maupun daerah tidak merugikan dan bahkan berpihak kepada kepentingan daerah dan kepentingan rakyat di seluruh tanah air. Bahwa DPD akan menjamin kepentingan daerah sebagai bagian yang serasi dari kepentingan nasionial, dan kepentingan nasional secara serasi merangkum kepentingan daerah. Bahwa kepentingan daerah dan kepentingan nasional tidak bertentangan dan tidak perlu dipertentangkan.

  BAB    III

KESIMPULAN

Reformasi menjadi salah satu wujud perkembangan Indonesia sebagai suatu bangsa yang menjadi pertanda penyesuaian struktur-struktur berbangsa dan bernegara dengan perubahan zaman dan tuntutan-tuntutan yang berkembang dalam masyarakat. Masa transisi Indonesia menuju demokrasi merupakan salah satu tahapan yang menjadi fase penting perkembangan Indonesia. Konfigurasi DPD yang demikian merupakan sesuatu yang kurang tepat, bahkan dalam penilaian banyak pakar hukum tata negara, merupakan hal ganjil jika ditinjau dari konsep dua kamar lembaga perwakilan. Harus diakui konsep sistem bikameral dalam konstitusi kita tidak mengacu kepada sistem bikameral mana pun juga, sehingga disebut khas Indonesia. Jika dibandingkan dengan sistem bikameral di negara lain.

  DAFTAR PUSTAKA

Huda, Ni’matul. 2005.  Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

 Manan, Bagir. 2005. DPR, DPD dan MPR dalam UUD 1945 Baru. Yogyakarta: FH-UII Press, Cetakan Ketiga.

 Peraturan Perundang-undangan:

 Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen Keempat 2002.

 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.

www.google.com.